Rabu, 22 Mei 2013

Pengukuran Suhu pada Hewan Homoioterm




   Penggolongan hewan menjadi homoioterm (berdarah panas) dan poikiloterm (berdarah dingin) ini didasarkan pada suhu tubuh hewan terhadap perubahan suhu lingkungan.
1)    Hewan poikiloterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit. Suhu tubuh hewan ini berubah sesuai dengan suhu lingkungannya. Hal yang menyebabkan hewan tersebut tidak dapat menghasilkan panas yang cukup untuk tubuhnya adalah karena darah dari hewan poikiloterm ini biasanya bercampur antara darah bersih dan darah kotor, ini disebabkan oleh belum sempurnanya katup pada jantung hewan tersebut. Yang termasuk poikiloterm yaitu pisces, amphibian, dan reptilian.
2)   Hewan homoioterm adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi panas dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari metabolism jaringan. Suhu tubuh hewan ini relatif konsta, tidak terpengaruh oleh suhu lingkungan sekitarnya. Hal ini karena darah bersih dan darah kotor pada hewan ini sudah tidak bercampur lagi karena katup pada jantungnya sudah sempurna. Hewan yang tergolong homoioterm adalah aves dan mammalia (Anonim, 2010).
   Suhu tubuh merupakan hasil dari panas yang terbentuk dari proses metabolisme tubuh dan diedarkan ke seluruh tubuh oleh darah sehingga tubuh menjadi panas. Suhu tubuh normal adalah panas tubuh yang terdapat dalam zona termoneutral. Beberapa cara untuk mengtahui suhu tubuh normal adalah dengan menggunakan alat termometer, sehingga dapat diketahui batas-batas suhu tubuh beberapa spesies. Dalam keadaan normal suhu tubuh tidak mutlak ditentukan oleh aktivitas metabolisme saja, tetapi juga ditentukan oleh beberapa faktor disekitarnya. Pengaturan suhu tubuh dilakukan oleh suatu pengatur sistem suhu yang pada dasarnya tersusun atas 3 komponen yaitu termoreseptor dan saraf afferent, hipotalamus, dan saraf efferen dan efektor termoregulator. Sistem ini  mempunyai fungsi utama untuk menjaga suhu supaya selalu berada dalam zona termoneutral, jadi berfungsi sebagai termostat dengan hipotalamus sebagai pusat kontrolnya.
   Di dalam hipotalamus terdapat reseptor-reseptor yang mendeteksi panas dan dingin yang masing-masing berlokasi di pars anterior dan pars posterior. Hipotalamus di bagian anterior mengatur pembuangan panas dan mencegah hilangnya panas secara berlebihan dari dalam tubuh, sehingga pabila bagian ini mengalami kerusakan maka pusat pengatur tubuh menjadi tidak mampu mengatur suhu tubuh pada lingkungan yang panas, tetapi mampu mengatur suhu tubuh pada lingkungan yang dingin. Pada bagian posterior dari hipotalamus berfungsi untuk mengatur penahan dan produksi, sehingga apabila bagian ini mengalami kerusakan maka kemampuan hewan menjaga suhu tubuhnya baik dalam lingkungan yang panas maupun yang dingin akan menjadi panas. Ujung-ujung saraf efferen yang berasal dari hipotalamus tersebut akan terpacu apabila salah satu bagian dari hipotalamus  bekerja (aktif). Pacuan tersebut akan diubah menjadi impuls yang selanjutnya saraf efferen akan menghantarkan impuls dari pusat termoregulasi ke efektor panas dalam proses pembuangan panas dan efektor dingin dalam proses yang berhubungan dengan produksi panas.
   Keseimbngan suhu tubuh dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor yang mempengaruhi produksi panas dan faktor yang mempengaruhi pengeluaran panas. Panas tersebut dapat berasal dari aktifitas metabolik dengan jalan pemecahan karbohidrat, lemak danprotein. Aktifitas otot juga merupakan salah satu usaha dalam penambahan produksi panas, dimana lebih dari 80% panas tubuh diproduksi dari dalam otot tetapi gambaran tersebut jauh lebih rendah apabila sedang istirahat (Pertiwi, 2012).
   Produksi panas tergantung dari metabolism, jadi tergantung pada proses kimia eksternal misalnya kerja otot, menggigil dan lain-lain. Pembuangan panas adalah dengan cara konsuksi, radiasi, konveksi, penguapan dan sebagian melalui feses dan urine. Temperatur yang paling mendekati temperature tubuh sebenarnya adalah temperature rektar (melalui dubur),  tetapi kurang praktis dan tidak estetis. Oleh karena itu, yang sering dikerjakan pengukuran temperature aksilar (melalui ketiak) atau oral (mulut) (Tim Dosen Pembina, 2012: 27).
   Suhu tubuh manusia diatur oleh sistem thermostat di dalam otak yang membantu suhu tubuh yang konstan antara 36,5°C dan 37,5°C. Seperti ketika tidur, maka suhu tubuh kita akan lebih rendah dibandingkan saat kita sedang terbangun atau dalam aktivitas. Dan pengukuran yang berlainan posisi tubuh juga akan memberikan hasil yang berbeda (Anonim, 2010).
   Pada manusia, nilai normal untuk suhu mulut adalah 37°C. Berbagai bagian tubuh yang berbeda memiliki suhu yang berbeda, dan besar perbedaan suhu antara bagian-bagian bervariasi dengan lingkungannya. Ekstrimitas umumnya lebih dingin daripada suhu tubuh lainnya. Suhu rectum adalah mewakili suhu inti tubuh dan paling sedikit berubah dengan perubahan suhu sekeliling. Selama kerja, pembentukan panas oleh kontraksi otot terkumpul dalam tubuh , dan suhu rectum normal meningkat sampai setinggi 40°C. Suhu mulut normal 0,5°C lebih rendah daripada suhu rectum, namun suhu ini juga sering dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk minuman yang panas atau dingin, mengunyah permen, merokok, dan pernafasan melalui mulut (Guyton, 1988).
   Suhu pada mulut akan lebih rendah dibandingkan dengan axila dan axila akan memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan anus dan skrotum, karena pada tubuh yang memiliki lipatan-lipatan akan mempunyai banyak pembuluh darah yang artinya metabolisme yang terjadi tinggi. Setiap metabolisme yang terjadi akan memerlukan energy dan akan menghasilkan panas. Hal ini yang menyebabkan suhu pada anus dan skrotum akan lebih tinggi dibandingkan dengan axila dan axila akan lebih tinggi dibandingkan mulut. Suhu pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, karena hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas, sedangkan pada perempuan cenderung normal sehingga kecepatan metabolismenya lebih rendah dibandingkan laki-laki. Aktifitas (latihan) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3-40°C. Suhu pada seseorang yang gemuk (laki-laki maupun perempuan) lebih tinggi dibandingkan suhu seseorang yang kurus, hal ini disebabkan karena individu dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain. Perempuan normal memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan yang menstruasi, karena pengeluaran hormon progesterone pada masa ovulasi akan meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal (normal) (Gunstream, 2000).
   Faktor lain yang mempengaruhi suhu tubuh yaitu:
1. Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda, hal ini memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Kedua rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100% lebih cepat (Anonim, 2008).
2. Suhu tubuh normal berdasarkan usia (Saputra, 2010).
Usia
Suhu (°C)
3 bulan
37,5
6 bulan
37,5
1 tahun
37,7
3 tahun
37,2
5 tahun
37,0
7 tahun
36,8
9 tahun
36,7
11 tahun
36,7
13 tahun
36,6
Dewasa
36,4
>70 tahun
36,0

3. Hormon pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.
4. Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
5. Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C (Anonim, 2008).
6. Lingkungan.
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungannya yang lebih dingin.  Begitu juga sebaliknya lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit (Yatim, 2003: 814).
7.  Gangguan organ.
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamu, dapat menyebabkan mekanisme regulasi yang dikeluarkan pada saat terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh (Guyton. 1995).

  
Sumber :

Anonim. 2008. Regulasi Suhu Tubuh. http://www.NursingBegin.com/. html.
Anonim. 2010. Kenapa suhu tubuh turun naik. http.//www.dalimunthe.com.
Gunstream, S.E. 2000. Anatomy and Phisiology with Integrated Study Guide 2nd Edition. USA: McGraw Hill Company.
Guyton, A.C. 1988.  Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.
Pertiwi, Hanung. 2012. Termoregulasi. http://justhanung.wordpress.com.
Saputra, Marizal. 2010. Suhu Tubuh yang Normal. http://marizal-co-ass.blogspot.com.
Yatim, Wildan. 1987. Biologi. Bandung: Tarsito.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar